REOG PONOROGO
Reog Ponorogo adalah salah satu kebudayaan asli indonesia yang berasal dari salah satu kota di Jawa Timur yang juga bernama Ponorogo, tepatnya tepatnya Jawa Timur
bagian barat-laut. Keberadaan nya akhir- akhir ini menjadi perbincangan hangat dalam berbagai media, diskusi dll karena negeri tetangga kita Malysia yang mempunyai tarian sejenis yang bernama " Tari Barongan " tetapi memiliki unsur Islam. Tarian ini juga menggunakan topeng dadak
merak, yaitu topeng berkepala harimau yang di atasnya terdapat bulu-bulu
merak. Deskripsi dan foto tarian ini ditampilkan dalam situs resmi
Kementrian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia.
Kontroversi timbul karena pada topeng
dadak merak di situs resmi tersebut terdapat tulisan “Malaysia”, dan
diakui sebagai warisan masyarakat keturunan Jawa yang banyak terdapat di
Batu Pahat, Johor dan Selangor, Malaysia.
Hal
ini memicu protes berbagai pihak di Indonesia, termasuk seniman Reog
asal Ponorogo yang menyatakan bahwa hak cipta kesenian Reog telah
dicatatkan dengan nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004, dan dengan
demikian diketahui oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Ditemukan
pula informasi bahwa dadak merak yang terlihat di situs resmi tersebut
adalah buatan pengrajin Ponorogo. Ribuan seniman Reog sempat
berdemonstrasi di depan Kedutaan Malaysia di Jakarta. Pemerintah
Indonesia menyatakan akan meneliti lebih lanjut hal tersebut.
Pada
akhir November 2007, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Zainal
Abidin Muhammad Zain menyatakan bahwa Pemerintah Malaysia tidak pernah
mengklaim Reog Ponorogo sebagai budaya asli negara itu. Reog yang
disebut “Barongan” di Malaysia dapat dijumpai di Johor dan Selangor,
karena dibawa oleh rakyat Jawa yang merantau ke negeri tersebut.
Dengan
kejadian tersebut hendaklah kita sebagai pemuda penerus bangsa harus
melestarikan reog ponorogo. Karena budaya adalah kekayaan bangsa.
Naah yuk coba kita cari dan telusur apa sih reog itu, latar belakang sejarahnya, karakteristiknya dan maknanya ^_^ ;
VERSI I
Reog
dimanfaatkan sebagai sarana mengumpulkan massa dan merupakan saluran
komunikasiyang efektif bagi penguasa pada waktu itu. Ki Ageng Mirah kemudian
membuat cerita legendaris mengenai Kerajaan Bantaranangin yang oleh sebagian
besar masyarakat Ponorogodipercaya sebagai sejarah. Adipati Batorokatong yang
beragama Islam juga memanfaatkan barongan ini untuk menyebarkan agama
Islam. Nama Singa Barongan kemudian diubahmenjadi Reog, yang berasal dari kata
Riyoqun, yang berarti khusnul khatimah yang bermakna walaupun sepanjang
hidupnya bergelimang dosa, namun bila akhirnya sadar dan bertaqwa kepada Allah,
maka surga jaminannya.
Selanjutnya
kesenian reog terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Kisah reog
terus menyadur cerita ciptaan Ki Ageng Mirahyang diteruskan mulut ke mulut,
dari generasi ke generasi.Menurut legenda Reog atau Barongan bermula dari kisah
Demang Ki Ageng Kutu Suryonggalan yang ingin menyindir Raja Majapahit, Prabu
Brawijaya V. Sang Prabu padawaktu itu sering tidak memenuhi kewajibannya karena
terlalu dipengaruhi dan dikendalikanoleh sang permaisuri. Oleh karena itu
dibuatlah barongan yang terbuat dari kulit macan gembong (harimau Jawa) yang
ditunggangi burung merak. Sang prabu dilambangkan sebagai harimau sedangkan
merak yang menungganginya melambangkan sang permaisuri. Selain itu agar
sindirannya tersebut aman, Ki Ageng melindunginya dengan pasukan terlatih yang diperkuat
dengan jajaran para warok yang sakti mandraguna. Di masa kekuasaan Adipati Batorokatong
yang memerintah Ponorogo sekitar 500 tahun lalu, reog mulai berkembang menjadi
kesenian rakyat. Pendamping Adipati yang bernama Ki Ageng Mirah menggunakan reog
untuk mengembangkan kekuasaannya.Reog mengacu pada beberapa babad, Salah
satunya adalah babad Kelana Sewandana.
Babad Klana
Sewandana yang konon merupakan pakem asli seni pertunjukan reog. Mirip kisah Bandung
Bondowoso dalam legenda Lara Jongrang, Babad Klono Sewondono juga berkisah tentang
cinta seorang raja, Sewondono dari Kerajaan Jenggala, yang hampir ditolak oleh Dewi
Sanggalangit dari Kerajaan Kediri. Sang putri meminta Sewondono untuk
memboyongseluruh isi hutan ke istana sebagai mas kawin. Demi memenuhi
permintaan sang putri,Sewandono harus mengalahkan penunggu hutan, Singa Barong
(dadak merak). Namun hal tersebut tentu saja tidak mudah. Para warok, prajurit,
dan patih dari Jenggala pun menjadikorban. Bersenjatakan cemeti pusaka
Samandiman, Sewondono turun sendiri ke gelanggang dan mengalahkan Singobarong.
Pertunjukan reog digambarkan dengan tarian para prajuri tyang tak cuma
didominasi para pria tetapi juga wanita, gerak bringasan para warok, serta gagah
dan gebyar kostum Sewandana, sang raja pencari cinta.Versi lain dalam Reog
Ponorogo mengambil kisah Panji. Ceritanya berkisar tentang perjalanan
Prabu Kelana Sewandana mencari gadis pujaannya, ditemani prajurit berkuda
dan patihnya yang setia, Pujangganong. Ketika pilihan sang prabu jatuh
pada putri Kediri, Dewi Sanggalangit, sang dewi memberi syarat bahwa ia akan
menerima cintanya apabila sang prabu bersedia menciptakan sebuah kesenian
baru. Dari situ terciptalah Reog Ponorogo.Huruf-huruf reyog mewakili sebuah
huruf depan kata-kata dalam tembang macapat Pocung yang berbunyi:
Rasa kidung/ Ingwang sukma
adiluhung/ Yang Widhi/ Olah kridaning Gusti/ Gelar gulung kersaning Kang
Maha Kuasa
Unsur mistis merupakan kekuatan
spiritual yang memberikan nafas pada kesenian Reog Ponorogo,
VERSI II
Pada dasarnya ada lima versi
cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok,
namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang
pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bra Kertabumi,
Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan
pengaruh kuat dari pihak rekan Cina rajanya dalam pemerintahan dan prilaku raja
yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia
lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan dimana ia mengajar
anak-anak muda seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan
dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan
lagi kerajaan Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk
melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui
pertunjukan seni Reog, yang merupakan “sindiran” kepada Raja Bra Kertabumi dan
kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan
masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.
Dalam pertunjukan Reog
ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai “Singa Barong”,
raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan
bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat
para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang
diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi
simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras
dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi
simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong
yang mencapai lebih dari 50kg hanya dengan menggunakan giginya.
Populernya Reog Ki Ageng Kutu
akhirnya menyebabkan Kertabumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya,
pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk
melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap
melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih
diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer
diantara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru dimana
ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono
Sewondono, Dewi Songgolangit, dan Sri Genthayu.
Versi III
Alur cerita Reog Ponorogo kini
adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi
Ragil Kuning, namun ditengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari
Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari
pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujanganom, dikawal oleh warok
(pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu
hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan
Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para
penari dalam keadaan ‘kerasukan’ saat mementaskan tariannya.
Hingga kini masyarakat Ponorogo
hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai pewarisan budaya
yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia
yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan
terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang
awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut
garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.
KARAKTERISTIK
nah itu tadi berbagai versi latarbelakang sejarahnya yang diambil dari berbagai sumber, bagaimana karakteristik dan maknanya...coba kita cari lagi yuk ....^_^
Karakteristik Reog Ponorogo terletak pada para pemain/ pelakon dan peralatan yang digunakan untuk pertunjukan, pemain yang terdiri dari berbagai macam karakter yang mampu memberikan kesan mendalam bagi yang melihatnya terutama warok dan pembarongnya, begitu pula peralatan musik, kostum dan peralatan pertunjukan terdiri dari salah satunya topeng harimau yang berhiaskan bulu merak atau yg biasa disebut " Dadak Merak " yang sangat besar dan berat. Coba sekarang kita telaah satu persatu karakteristik dari para pelakon Reog... ^_^
Pembarong
Reog mempertontonkan keperkasaan pembarong dalam mengangkat dadak merak seberat sekitar 50 kilogram dengan kekuatan gigitan gigi sepanjang pertunjukan berlangsung. Instrumen pengiringnya, kempul, ketuk, kenong, genggam, ketipung, angklung dan terutama salompret, menyuarakan nada slendrodan pelog yang memunculkan atmosfir mistis, unik, eksotis serta membangkitkan semangat. Satu group Reog biasanya terdiri dari seorang Warok Tua, sejumlah warok muda, pembarong dan penari Bujang Ganong dan Prabu Kelono Suwandono. Jumlah kelompok reog berkisar antara 20 hingga 30-an orang, peran utama berada pada tangan warok dan pembarongnya.
Seorang pembarong, harus memiliki kekuatan
ekstra. Dia harus mempunyai kekuatan rahang yang baik, untuk menahan dengan gigitannya beban ³Dadak Merak´ yakni
sebentuk kepala harimau dihiasi ratusan helai bulu-bulu burung merak
setinggi dua meter yang beratnya bisa mencapai 50-an kilogram selama masa pertunjukan. Konon kekuatan gaib
sering dipakai pembarong untuk
menambah kekuatan ekstra ini, salah satunya dengan cara memakai susuk,di leher pembarong. Untuk menjadi pembarong tidak
cukup hanya dengan tubuh yang kuat. Seorang
pembarong pun harus dilengkapi dengan sesuatu yang disebut kalangan pembarong dengan wahyu yang diyakini para pembarong sebagai
sesuatu yang amat penting dalam hidup mereka.Tanpa diberkati wahyu, tarian yang ditampilkan seorang pembarong tidak akan tampak luwes dan enak untuk ditonton.
Semula banyak orang tua di Ponorogo khawatir, akan kelangsungan kesenian
khas Ponorogo ini. Pasalnya kemajuan jaman akan membuat pemuda di
Ponorogo tidak akan mau lagi ikut berreog. Apalagi menjadi pembarong.
Namun
kini telah banyak lahir pembarong muda, yang sedikit demi sedikit
meninggalkan hal-hal yang berbau mistis. Mereka lebih rasional. Seorang
pembarong, harus tahu persis teori untuk menarikan dadak merak. Bila
tidak, gerakan seorang pembarong bisa terhambat dan mengakibatkan
cedera.Setiap gerakan semisal mengibaskan barongan ada aturan
bagaimana posisi kaki, gerakan leher serta tangannya. Biasanya seorang
pembarong tampil pada usia muda dan segar. Menjelang usia 40-an tahun,
biasanya kekuatan fisik seorang pembarong, mulai termakan dan perlahan
dia akan meninggalkan profesinya.
Saat ini, banyak pembarong yang
menyangkal penggunaan kekuatan gaib dalam pementasan namun sebenarnya
kekuatan gaib adalah elemen spiritual yang menjadi nafas dari kesenian
ini. Sama halnya dengan warok, kini pun persepsi pembarong digeser.
Lebih banyak dilakukan dengan pendekatan rasional. Menurut seorang sesepuh
Reog, Mbah Wo
Kucing Reog itu nggak perlu ndadi. Kalau ndadi itu ya namanya bukan reog,
itu jathilan. Dalam reog, yang perlu kan keindahannya.
Warok
"Warok"
yang berasal dari kata wewarah adalah orang yang mempunyai tekad suci,
memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. Warok adalah wong kang sugih
wewarah (orang yang kaya akan wewarah). Artinya, seseorang menjadi warok karena
mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain tentang hidup yang baik”.“Warok
iku wong kang wus purna saka sakabehing laku, lan wus menep ing rasa” (Warok
adalah orang yang sudah sempurna dalam laku hidupnya, dan sampai pada
pengendapan batin).
Warok
sampai sekarang masih mendapat tempat sebagai sesepuh di masyarakatnya.
Kedekatannya dengan dunia spiritual sering membuat seorang warok dimintai
nasehatnya sebagai pegangan spiritual ataupun ketentraman hidup. Seorang warok
konon harus menguasai apa yang disebut Reh Kamusankan Sejati, jalan kemanusiaan
yang sejati.
Dalam
cerita kesenian reog, warok adalah pasukan yang bersandar pada kebenaran dalam
pertarungan antara kebaikan dan kejahatan . Warok Tua adalah tokoh pengayom,
sedangkan Warok Muda adalah warok yang masih dalam taraf menuntut ilmu. Hingga
saat ini, Warok dipersepsikan sebagai tokoh yang pemerannya harus memiliki
kekuatan gaib tertentu. Bahkan tidak sedikit cerita buruk seputar kehidupan
warok, yaitu sosok dengan stereotip: memakai kolor, berpakaian hitam-hitam,
memiliki kesaktian dan gemblakan.
Dulunya
warok dikenal mempunyai banyak gemblak, yakni lelaki belasan tahun yang kadang
lebih disayangi ketimbang istri dan anaknya. Memelihara gemblak adalah tradisi
yang telah berakar kuat pada komunitas seniman reog. Seolah menjadi kewajiban
setiap warok untuk memelihara gemblak agar bisa mempertahankan kesaktiannya.
Apalagi ada kepercayaan kuat di kalangan warok, hubungan intim dengan perempuan
bahkan dengan istri sendiri, bisa menjadi pemicu lunturnya seluruh kesaktian.
Saling mengasihi, menyayangi dan berusaha menyenangkan adalah ciri khas relaksi
khusus antara gemblak dan waroknya.
Sebegitu jauh persepsi buruk atas warok, diakui mulai dihilangkan. Upaya mengembalikan citra kesenian ini dilakukan secara perlahan-lahan. Profil warok saat ini misalnya mulai diarahkan kepada nilai kepimpinan yang positif dan menjadi panutan masyarakat. Termasuk pula memelihara gemblak yang kini semakin luntur. Gemblak yang biasa berperan sebagai penari jatilan, kini perannya digantikan oleh remaja putri. Padahal dulu-dulunya kesenian ini tampil tanpa seorang wanitapun . Selain warok, peran pembarong atau pemanggul dadak merak, dalam kesenian Reog Ponorogo, tidak bisa disepelekan. Apalagi kesenian ini nyata mengandalkan kekuatan tubuh dan atraksi akrobatiknya.
Menurut sesepuh warok, Kasni Gunopati atau
yang dikenal Mbah Wo Kucing, warok bukanlah seorang yang takabur karena
kekuatan yang dimilikinya.
ALUR PERTUNJUKAN
Tari Reog modern sering dipentaskan dalam acara pernikahan, khitanan dan hari-hari
besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2
sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8
pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna
merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani.
Berikutnya adalah tarian yang dibawakan
oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini
biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian
ini dinamakan tari jaran kepang, yang harus dibedakan dengan seni tari
lain yaitu tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya
berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu.
Setelah
tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya
bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan
pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk
hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar. Adegan dalam
seni reog tidak ada skenario karena selalu terjadi interaksi antara
pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan
penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan
oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan
dalam pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada
penontonnya.
Adegan terakhir adalah
singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan
mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa
mencapai 50-60 kg.
REOG MASA DULU DAN MASA KINI
Kedahsyatan
Reog Ponorogo dalam mengumpulkan dan mengerakkan massa sempat membuat
sertifikat sebuah organisasi sosial politik sejak tahun 1950-an untuk
mendomplengnya sebagai alat. Tahun 1955 misalnya terbentuk cakra cabang
kesenian reog agama milik NU, untuk memenangkan partainya pada pemilu. Kemudian
Bren Barisan Reog Nasional atau BRP atau Barisan Reog Ponorogo milik Tegak. Hal
ini membuat Reog Ponorogo dalam perkembangannya nyaris tiba jurang kematian.
Pada tahun 1965 sampai 1971 saat pemerintah menumpas PKI, BRP dibubarkan dan imbasnya membuat reog-reog lain ikut ujungnya. Ribuan unit reog terpaksa dibakar akibat terpaan isu kesenian ini menjadi penggalak komunis dalam mengumpulkan dan mengerakan massa. Para pelaku kesenian ini akhirnya menjadi pecan atau pencari rumput.
Beruntung di akhir 1976, Reog Ponorogo kembali dihidupkan dengan pendirian INTI (Insan Tagwa Illahi Ponorogo). Belajar dari sejarah ini, banyak pelaku seni ini yang tidak ingin lagi ditunggangi. Biarlah reog menjadi milik rakyat tanpa batasan dan diklaim milik golongan tertentu. Reog Ponorogo terus berkibar hingga sekarang, bahkan sejumlah pengembangan bentuk dalam pengarapan kesenian ini banyak dilakukan. Terutama dengan menjamurnya lembaga formil untuk mengembangkan kesenian reog dalam bentuk kontemporer.
Seniman
Reog Ponorogo lulusan sekolah-sekolah seni turut memberikan sentuhan
pada perkembangan tari reog ponorogo. Mahasiswa sekolah seni
memperkenalkan estetika seni panggung dan gerakan-gerakan koreografis,
maka jadilah reog ponorogo dengan format festival seperti sekarang. Ada alur
cerita, urut-urutan siapa yang tampil lebih dulu, yaituWarok, kemudian jatilan,
Bujangganong, Klana Sewandana, barulah Barongan atau Dadak Merak di bagian
akhir. Saat salah satu unsur tersebut beraksi, unsur lain ikut bergerak
atau menari meski tidak menonjol. Beberapa tahun yang lalu Yayasan Reog
Ponorogo memprakarsai berdirinya Paguyuban Reog Nusantara yang anggotanya
terdiri atas grup-grup reog dari berbagai daerah di Indonesia yang pernah ambil
bagian dalam Festival Reog Nasional. Reog ponorogo menjadi sangat terbuka akan
pengayaan dan perubahan ragam geraknya.
Naahhh itu lah beberapa rangkuman tentang Reog Ponorogo yang diambil dari berbagai sumber, apabila ada kurang lebihnya mohon dimaaf kan dan dimaklumi...^_^, tulisan ini dibuat agar para pembaca nantinya menjadi tahu apa dan bagaimana reog itu sesungguhnya meskipun masih dalam referensi yang terbatas dan penuh kekurangan, dan diharapkan para generasi muda yang membaca tulisan ini akan tergugah hatinya untuk ikut terus melestarikan budaya bangsa apapun itu, tidak hanya reog semata, sehingga budaya bangsa tetap lestari dan adiluhung hingga anak cucu kita nantinya.
CINTAILAH BUDAYA BANGSA SEBELUM BUDAYA ITU DICINTAI BANGSA LAIN ^_^